Wasit, wasit dan wasit…itulah masalah yang selama ini dipersoalkan oleh hampir seluruh klub Liga Indonesia baik itu Liga Super Indonesia, Divisi Utama hingga kompetisi di bawahnya lagi. Keberpihakan wasit pada tim tuan rumah selalu dikeluhkan oleh pemain, pelatih hingga manajer tim tamu selepas pertandingan di Indonesia. Dugaan suap sudah bukan hal yang tabu untuk diucapkan oleh pelaku sepak bola Indonesia di depan media masa. Lantas pertanyaannya apakah wasit Indonesia begitu beraninya sejak dahulu hingga detik ini terus menerus merusak sepak bola Indonesia walau kondisi tersebut sudah diketahui oleh stakeholder sepak bola nasional?…
Begitu banyak dampak dari keberpihakan wasit pada tim tuan rumah di Liga Indonesia, mulai dari kerusuhan suporter, perlakuan tak pantas pemain terhadap wasit hingga baku hantam antar pemain di lapangan hijau. Semua itu bukan hanya terjadi pada 1-2 tahun terakhir, tetapi sudah lebih dari 10 tahun sejak Liga Indonesia di gulirkan. Pada awal Liga Indonesia digulirkan sangat sedikit kerusuhan dan kambing hitam terhadap wasit yang mencuat hingga media masa.
Saat itu tak ada pemain asing yang berlaga di Liga Indonesia, hingga banyak kalangan yang memandang bahwa pemain asing berdampak negatif pada persepakbolaan Indonesia dimana pemain asing dicap lebih bertempramental tinggi dan membuat efek negatif terhadap pemain lokal Indonesia.
Setelah itu, PSSI membuat regulasi baru agar pemain asing yang masuk ke Liga Indonesia lebiih berkualitas dan memberikan efek positif terhadap pemain lokal Indonesia. Dimana Pemain asing yang sudah 5 tahun merumput di Indonesia dilarang kembali bermain di Indonesia dan diharuskan sedikitnya 1 tahun bermain di luar negeri agar dapat bermain di Indonesia, selain itu ada aturan pemain asing yang belum pernah merumput di indonesia diwajibkan memperkuat klub strata 1 dari negara eropa dengan maksud menyaring pemain asing berkualitas tinggi. Tapi, apa hasilnya? Tetap saja kerusuhan sepak bola terjadi terus menerus di sepak bola Indonesia.
Inilah sepak bola Indonesia
Wasit Indonesia tetap saja menjadi sasaran hingga babak belur oleh pemain. Melihat kondisi tersebut, saya sebagai penggemar sepak bola nasional hanya berpendapat bahwa seluruh komponen sepak bola Indonesia seharusnya memiliki sikap mau menerima. Ketua PSSI, ketua klub, pelatih, pemain hingga suporter harus dapat menerima apa yang didapat dalam suatu pertandingan. Lihat saja ke luar negeri, dimana sangat banyak kejadian entah itu disengaja atau tidak, dimana terlihat jelas oleh penonton sendiri bahwa suatu pertandingan diwarnai oleh aroma kesalahan penilaian wasit, kejadian konyol (gol karena balon suporter) dan lainnya.
Sebut saja turnamen Piala Dunia 2010 lalu yang gol tidak disahkan wasit padahal terlihat jelas bola sudah masuk ke gawang lewat televisi, lalu kejadian handsball di kotak penalti lawan pada liga Champion Eropa tetapi wasit tetap tak memberikan hukuman penalti. Pemain Chelsea saat itu tetap menerima keputusan wasit. Dari sanalah kita harus belajar. Walau dalam turnamen kelas dunia, para pemain dapat menerima keputusan wasit yang sudah jelas salah.
Samakah dengan di Indonesia?…
Kita pun sama, para pemain jangan selalu mempersalahkan kesalahan wasit terus menerus hingga membuat kerusuhan karena suporter ikut terpancing emosi. Ketua PSSI pun sama jika memang tak memberikan kontribusi positif dalam waktu yang cukup lama, sudah seharusnya menerima jabatannya untuk dilepas dan diberikan pada orang lain yang lebih kompeten. Begitu juga manajer dan pelatih klub. Selama ini kerusuhan hanya diidentikan oleh para suporter dimana orang-orang menilai bahwa suporter indonesia tak dapat menerima kekalahan.
Tetapi ada baiknya jika mulai dari ketua PSSI hingga para suporter dapat menanamkan sikap menerima atas apapun yang terjadi. Sehingga sepak bola Indonesia akan maju. Karena sangat disayangkan jika wacana penggunaan wasit asing terealisasikan di Liga Super Indonesia seperti yang diwacanakan PSSI beberapa waktu lalu. Indonesia yang memiliki warga negara ratusan juta penduduk harus menggunakan wasit asing dalam sepak bola setelah pelatih asing, pemain asing termasuk pemain naturalisasi. Secara pribadi saya menilai hal tersebut tak akan merubah sepak bola Indonesia menjadi lebih baik, karena pada dasarnya masalah sepak bola Indonesia ada pada diri kita masing-masing selaku pelaku sepakbola, yaitu sikap mau menerima. Selama sikap tersebut tak ada, maka konflik demi konflik akan tetap terjadi terus menerus.
Perlunya Sikap Menerima di Sepak Bola Nasional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar